Penyedia Digugurkan Karena Peralatan Dijaminkan di Bank

Jam tangan saya sudah menunjukan kira-kira pukul 16.00 sore, “saatnya bergegas pulang kantor” pikirku. Namun, tiba-tiba pimpinan memanggil saya, memohon saya untuk menunggu sebentar karena ada seorang penyedia yang meneleponnya dan meminta waktu untuk berkonsultasi.

Kami pun menunggu si penyedia, sebut saja namanya “Andi” dari Perusahaan “Andalan”. Nama disamarkan tanpa bermaksud mengurangi kebenaran peristiwa yang dinarasikan. Si Andi pun kemudian kami ajak ke ruang konsultasi. Si Andi begitu ia disapa memperkenalkan diri dan menyampaikan maksud tujuannya berkonsultasi.

Demi keringkasan, masalah yang diutarakannya persis sebagaimana judul artikel di atas. Ya, Pak Andi keberatan karena Pokja Pemilihan pada salah satu UKPBJ mengundangnya jauh-jauh untuk klarifikasi teknis terkait bukti kepemilikan dan/atau sewa peralatan hanya untuk kemudian diberitahukan bahwa Ia tidak dapat menunjukan bukti kepemilikan atau sewa alat yang dipunyainya.

“Mereka minta saya tandatangan berita acara, tapi saya menolaknya pak” kata Andi.

“Masak saya diberitahu kalau saya tidak mampu menunjukan bukti kepemilikan asli hanya karena saya menunjukan salinan yang telah dilegalisir bank dan alat berat saya sedang diagunkan di bank. Dimana-mana di masa covid seperti ini ya wajar lah karena ada juga proyek yang saya kerjakan dengan PPK yang sama belum juga dibayar karena efek refocussing dan relaksasi dan salah satu cara pengusaha survive ya dengan berutang” lanjutnya dengan nada suara yang meninggi.

Pak Andi juga menunjukan bukti salinan copian surat kepemilikan dan Surat Pernyataan dari Bank Pemerintah yang kurang lebih menyatakan bahwa alat beratnya tersebut dijadikan jaminan. Ia kemudian mengatakan “Kalau mereka mau fair harusnya mereka klarifikasi ke Bank, tanyakan bagaimana rekam jejak saya dalam mencicil utang, apakah saya pernah terlambat bayar dan tersangkut kredit macet”. tambahnya.

Ketika pak Andi selesai bicara, pimpinan saya kemudian memberikan saya kesempatan bicara. “Pak Andi, mohon maaf saya disclaimer dulu ya bahwa pendapat saya ini pendapat pribadi dan karena saya tidak punya salinan dokumen pemilihan dan tidak terlibat langsung dengan peristiwa ini maka pendapat saya bisa jadi hanya didasarkan pada asumsi-asumsi berkenaan dengan informasi yang pak berikan”, kata saya mencoba menenangkannya.

“Ya, silahkan pak” Pak Andi menimpali.

“Begini pak Andi, saya ajukan pertanyaan klarifikasi dulu ya”

“Siap pak” balasnya.

“Di dokumen pemilihan biasanya disyaratkan bukti kepemilikan atau sewa, menurut bapak alat/barang bapak ini milik siapa”, tanya saya.

“Setengah milik bank setengah lagi milik saya karena alatnya memang saya gunakan” jawabnya dengan tegas.

“Oke, pak. masalah pak Andi ini unik karena sepengetahuan saya, di Dokumen Pemilihan belum pernah ada klausul yang mengatur terkait peralatan yang dijaminkan, yang ada hanya bukti kepemilikan atau bukti sewa yang disertakan dengan bukti kepemilikan dari si pemberi sewa”.

“Namun, hanya karena klausul ini tidak diatur bukan berarti dilarang ya pak Andi, kecuali ada klausul yang secara univokal dan tegas melarang peralatan yang telah dijaminkan ke institusi pembiayaan untuk ditawarkan dalam tender”, lanjut saya.

Masih menurut saya, “sebenarnya tidak jadi masalah karena fisik peralatan dibawah penguasaan Pak Andi, meskipun mungkin secara hukum, bukti kepemilikan asli peralatan bapak sudah diserahkan ke Bank dan karenanya hak kepemilikan sudah beralih ke Bank, tetapi karena kepercayaan Bank, bapak dapat meminjam pakai kembali peralatan yang sudah pak Andi agunkan sampai bapak melunasi utang bapak dan meng-klaim kembali hak milik bapak”, tambah saya.

Pada posisi demikian, maka pinjam pakai seperti contoh kasus Pak Andi harusnya diperlakukan setara dengan perjanjian sewa. Meskipun terdapat sedikit perbedaan di antara keduanya dimana dalam hal sewa, kita menyewa peralatan orang lain, sedangkan pada peristiwa di atas yang kita pinjam pakai adalah peralatan sendiri yang dipercayakan oleh institusi pembiayaan untuk kita gunakan kembali agar kita dapat melanjutkan kegiatan produktif sehingga keuntungan dari kegiatan produktif tadi bisa digunakan untuk melunasi utang dan pada akhirnya mengambil kembali barang/alat yang sudah kita jaminkan.

So, saya menyampaikan, “yang bapak lakukan justru sudah benar, malah jadi salah jika karena dipaksa harus menunjukan bukti kepemilikan asli, entah BPKB atau invoice pembelian kendaraan, kemudian bapak menunjukan invoice palsu, dan ujung-ujungnya bapak bisa dituntut melakukan pemalsuan dokumen”.

Sambil berkelakar saya pun mengatakan, “Pokjanya terlalu bersemangat itu pak, sampai-sampai kutu dan telur kutu pun dicari-cari”.

“Ya, pak, itu orang tidak benar sama sekali, sangat mengada-ada” timpal pak Andi.

Masih ada hal lain yang dikonsultasikan pak Andi, tapi berhubung karena artikel ini dibatasi terkait permasalahan sesuai judul di atas, maka saya kira tidak relevan membicarakannya di sini.

Akhirnya, tanpa kami sadari sore telah berganti malam, pak Andi pun pamit pulang, tak lupa ia berterima kasih karena kami sudah mau mendengar keluh kesahnya dan kami pun berterima kasih karena telah mendapat sharing pengalaman unik yang dibagikannya.

Advertisement

Published by yanespanie

Disclaimer: setiap tulisan di sini adalah pendapat penulis sendiri, kecuali pendapat orang lain yang penulis kutip/cite. Jika ada yang mau bertanya atau mau berdiskusi dapat meninggalkan komentar pada kolom respon. Saya hanya akan menjawab yang saya ketahui, jika tidak anda mungkin menemukan jawaban pertanyaan anda di forum atau blog pengadaan lainnya. Anda juga dapat mengunjungi channel youtube saya "Yanes Panie".

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

%d bloggers like this: